Exploitasi Tambang Emas Gunung Tumpang Pitu Banyuwangi Jawa Timur

Exploitasi Tambang Emas Gunung Tumpang Pitu Banyuwangi Jawa Timur

Exploitasi Tambang Emas Gunung Tumpang Pitu

Secara administratif lokasi rencana tambang emas di (eks) Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu ini terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Lokasi rencana penambangan ini terletak kurang lebih 60 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Banyuwangi.

Lokasi rencana tambang emas ini awalnya berada di kawasan yang berstatus Hutan Lindung. Namun seiring berubahnya metode penambangan dari metode underground minning (penambangan tertutup) menjadi open pit minning (penambangan terbuka), status kawasan yang awalnya Hutan Lindung diturunkan (dialihfungsi) menjadi Hutan Produksi. Keputusan alihfungsi Hutan Lindung menjadi kawasan Hutan Produksi ini muncul pada tahun 2013 setelah Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menandatangi Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK. 826/Menhut –II/2013.

Keputusan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan untuk mengalihfungsi Hutan Lindung Tumpang Pitu menjadi Hutan Produksi tersebut setelah adanya usulan dari Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas lewat surat Nomor 522/635/429/108/2012 tanggal 10 Oktober 2012. Lewat surat tersebut Bupati Banyuwangi mengajukan usul perubahan fungsi Hutan Lindung kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Perubahan fungsi Hutan Lindung menjadi Hutan Produksi yang diusulkan oleh Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas itu seluas 9.743, 28 ha (sembilan ribu tujuh ribu tujuh ratus empat puluh tiga dan dua pulu delapan per seratus hektar). Usulan ini disetujui oleh Menteri Kehutanan Dzulkifli Hasan dengan luas 1.942 ha (seribu sembilan ratus empat puluh dua hektar).

Nilai penting Gunung Tumpang Pitu tak hanya sebagai Hutan Lindung yang berfungsi sebagai kawasan resapan air dan tempat hidup flora fauna. Gunung yang kakinya bersentuhan langsung dengan laut selatan Pulau Jawa ini berfungsi sebagai patokan arah pulang bagi nelayan setela melaut jauh. Gunung Tumpang Pitu juga menjadi benteng alami yang melindungi masyarakat dari terjangan Tsunami dan daya rusak angin besar. Sejarah mencatat bahwa pada tanggal 3 Juni 1994 kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya pernah dilanda Tsunami. Dengan demikian, keberadaan rencana tambang emas di Tumpang Pitu tak hanya akan mengubah bentang alam Desa Sumberagung dan sekitarnya, tetapi juga akan mengancam fungsi resapan air, serta akan menghilangkan fungsi Tumpang Pitu sebagai benteng alami dari terjangan Tsunami.

 Ancaman lain yang juga perlu digarisbawahi dari rencana tambang emas ini adalah begitu dekatnya tambang emas Tumpang dengan kampung nelayan Pancer (Pancer adalah nama dusun yang berada dalam Desa Sumberagung). Jarak dari Gunung Tumpang Pitu dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pancer kurang lebih 8,3 km. Sementara Jarak (calon) kolam penampungan limbah tambang ke TPI Pancer kurang lebih 6,7 km. Sedangkan lokasi tambang itu sendiri berjarak kurang lebih 3 km dari pemukiman penduduk.

SEKILAS SEJARAH KORPORASI TAMBANG TUMPANG PITU


Eksplorasi atau penelitian kandungan mineral (khususnya emas) di kawasan Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu (HLGTP) dan sekitar Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dimulai sejak tahun 1995 oleh Hakman Group. Hakman Group mengeksplorasi kawasan  HLGTP dan TNMB ini dengan luasan 62.136 hektar. Pelaksana eksplorasi tersebut adalah PT Hakman Metallindo. Dalam mengeksplorasi kawasan ini PT Hakman Metallindo membagi tugas teknis pengeksplorasian melalui 4 anak perusahaan yakni :

PT Hakman Emas Metallindo (HEM) dengan luas Kuasa Pertambangan (KP) 386 ha
PT Hakman Platina Metallindo (HPLM) dengan KP seluas 25.930 ha
PT Hakman Perak Metallindo dengan luas KP 5.700 ha
PT Hakman Tembaga Metallindo (HTM) dengan luas KP 25.120 ha
Dalam melaksanakan eksplorasinya, Hakman Group menyewa jasa eksplorasi perusahaan asal Australia yang bernama Golden Valley Mines N.L.

Eksplorasi kawasan HLGTP dan TNMB oleh Hakman Group ini berakhir pada tahun 2006 setelah Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari menghentikan izin eksplorasi milik Hakman Group tersebut.

Penghentian izin eksplorasi Hakman Group ini diawali dengan terbitnya surat Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari bernomor 545/513/429.022/2006 tanggal 20 Maret 2006. Lewat surat ini Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari memberitahu Direktur PT Hakman Platina Metallindo tentang telah berakhirnya izin eksplorasi tembaga di Hutan Lindung G. Tumpang Pitu

atas pemberitahuan tersebut, PT Hakman mengirimkan surat keberatan atas penghentian izin eksplorasi kepada Bupati Banyuwangi.  Surat keberatan ini dibalas oleh Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari, hingga berujung pada berhentinya kegiatan eksplorasi Hakman Group.

Dengan berhentinya eksplorasi mineral yang dilakukan Hakman Group, bukan berarti kawasan HLGTP terbebas dari keinginan eksplorasi koorporasi tambang. Pada tahun yang sama, Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari membuat surat Surat Keputusan Bupati nomor 188/57/KP/429.012/2006 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum yang ditujukan kepada PT Indo Multi Cipta (IMC). Surat ini memberikan Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum kepada PT IMC dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Seiring bergulirnya waktu PT IMC ini berubah nama menjadi PT Indo Multi Niaga (IMN). Pada bulan November 2006 PT IMN mengajukan Permohonan Peningkatan Kuasa Pertambangan Ke tahap Eksplorasi kepada Bupati Banyuwangi. Permohonan ini oleh Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari dikabulkan lewat surat nomor 188/05/KP/429.012/2007 tertanggal 16 Februari 2016, yang isinya Memberikan Kuasa Pertambangan Eksplorasi kepada PT.Indo Multi Niaga (PT.IMN), dengan wilayah seluas 11.621,45 Ha.

Pada tahun 2012 PT IMN mengalihkan Izin Usaha Pertambangan yang dikantonginya kepada PT Bumi Suksesindo (BSI). Lewat surat bernomor 236/IMN/VII/12 tertanggal 2 Juli 2012, PT IMN mengajukan permohonan kepada Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas tentang pengalihan IUP. Permohonan PT IMN ini disetujui, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menuangkan persetujuannya tersebut dalam Surat Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/574/KEP/429.011/2012 tertanggal 9 Juli 2012 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT. Bumi Sukseindo.

Sikap Bupati Abdullah Azwar Anas yang menyetujui pengalihan IUP PT IMN kepada PT BSI ini diprotes oleh Intreped Mines Limited (Intrepid Mines Limited adalah perusahaan tambang asal Australia yang membantu pendanaan PT IMN). Selain menggugat Bupati Banyuwangi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Intrepid Mines Limited juga menggugat PT IMN ke arbitrase Singapura.

Kemelut “segitiga” Intrepid-IMN-Bupati Banyuwangi ini pada tahun 2014 berakhir “damai”. Dan selanjutnya hingga catatan ini dibuat, perusahaan yang akan mengeksploitasi emas HLGTP adalah PT BSI.



RENCANA PENERAPAN STD DI TELUK PANCER


Submarine Tailing Disposal (STD) adalah pembuangan tailing (limbah tambang) ke laut. Cara ini dipilih berdasarkan “keyakinan” bahwa pada kedalaman tertentu tailing tidak akan pernah bergerak karena adanya lapisan termoklin di laut. STD sebenarnya pada tahun 1970-an sudah dilarang di beberapa negara, namun justru malah diterapkan di Indonesia. Pelarangan STD ini berdasarkan kenyataan bahwa ternyata tailing bisa terbawa oleh arus dan bisa meracuni biota laut.

Dalam konteks tambang emas Tumpang Pitu, STD pernah direncanakan penerapannya. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) PT IMN bila di dalami akan menunjukkan perencanaan STD tersebut. Memang dalam Dokumen ANDAL-nya PT IMN tidak pernah secara eksplisit mencantumkan kata “STD” atau kalimat “Submarine Tailing Disposal”. Namun apabila kita melihat Peta Rencana Tata Letak Kegiatan Rencana Penambangan emas PT IMN (Dokumen ANDAL PT IMN halaman II-11 Gambar 2.4), maka lewat peta tersebut akan terlihat bagaimana inisiatif rencana penerapan STD itu ada. Dalam peta tersebut saluran buang tailing yang berpangkal dari “Tailing Dam” berujung pada laut (Teluk Pancer). Kajian Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) di tahun 2009 menyebutkan, jika STD jadi diterapkan di Tumpang Pitu, maka perusahaan setiap harinya akan menggelontor Teluk Pancer dengan tailing sebanyak 2.361 ton.

Saat ini beberapa hal telah berubah. Perusahaan yang hendak mengekploitasi emas Tumpang Pitu awalnya adalah PT IMN, kini berubah PT BSI. Metode pengambilan mineral target yang awalnya oleh PT IMN akan menggunakan metode underground minning (penambangan tertutup) kini juga berubah, PT BSI menerapakan open pit minning (penambangan terbuka). Dulunya PT IMN akan menerapkan STD, kini PT BSI akan menerapkan heap leaching yang menggunakan kolam tailing.

Namun meski tambang emas Tumpang Pitu itu nantinya menerapkan heap leaching dan kolam tailing, resiko bagi nelayan tetap menganga mengingat begitu dekatnya lokasi tambang dengan pemukiman. Tambahan lagi catatan sejarah Tsunami. Tak ada seorang pun yang mampu memastikan Tsunami bakal terulang lagi atau tidak. Catatan sejarah tentang Tsunami ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya (khususnya Dusun Pancer) merupakan kawasan rawan bencana. Menambang di kawasan rawan bencana adalah tindakan yang teramat beresiko.

Sekalipun perusahaan yang akan mengeksploitasi emas Tumpang Pitu telah beralih dari PT IMN ke BSI, namun yang penting diingat adalah penerapan STD pernah diinisiasi di kawasan tersebut. Apalagi PT IMN yang pernah merencanakan STD tersebut kini adalah pemegang 51 persen saham PT BSI. Informasi tentang kepemilikan 51 persen saham PT BSI oleh PT IMN ini dengan jelas tertulis dalam Surat Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/574/KEP/429.011/2012 tertanggal 9 Juli 2012 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT. Bumi Sukseindo.



SEKILAS CATATAN PENOLAKAN TAMBANG EMAS TUMPANG PITU


Penolakan rencana eksploitasi emas di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu ini sudah bergulir sejak 2008. Pada Februari 2008 Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Lingkungan (AMMPeL) pernah melakukan demonstrasi untuk mendesak Bupati Ratna Ani Lestari agar menghentikan rencana tambang emas Tumpang Pitu.

20 Juni 2008, Organisasi-organisasi nelayan Muncar yang tergabung dalam Forum Peduli Masyarakat Nelayan Banyuwangi (FPMNB) menggelar Istighotsah penolakan tambang emas Tumpang Pitu.

21 Agustus 2008, kurang lebih 200 perwakilan nelayan, petani dan gabungan elemen LSM, mendatangani gedung DPRD Kab.Banyuwangi, mendesak DPRD Kab.Banyuwangi memenuhi janjinya untuk mencabut surat rekomendasi DPRD Banyuwangi, yang dikeluarkan melalui prosedur tidak wajar.

13 Nopember 2008, terjadi demonstrasi di Gedung DPRD Banyuwangi. Demontrasi penolakan rencana penambangan emas di Tumpang pitu ini melibatkan kurang lebih 7.000 massa dari perwakilan Nelayan Muncar, Nelayan Grajagan, Nelayan Lampon, Petani di Dsn.Ringinagung dan Ringinsari Desa Pesanggaran, Warga Pulau Merah, Nelayan Pancer, Warga dsn Silirbaru dan Rejoagung Desa Sumberagung dan Nelayan Rajegwesi.

28 Juni 2011, Ada aksi massa di petak 56 Gunung Tumpang Pitu. Penambang liar membakar 3 mess karyawan PT IMN yang ada di petak 56. Gudang penyimpanan alat serta gudang penyimpanan BBM juga dibakar. Humas PT IMN Iwan Rudiyanto menyatakan, kerugian IMN ditaksir mencapai Rp. 1 miliar.

22 April 2012, Banyuwangi’s Forum For Environmental Learning (Baffel) melakukan aksi jalan mundur dari Gedung DPRD Banyuwangi ke Kantor Bupati Banyuwangi. Aksi ini bermaksud menyindir kekuasaan bahwa kebijakan menambang emas di hutan lindung adalah kebijakan yang mundur (buruk).

5 Juni 2013, Banyuwangi’s Forum For Environmental Learning (Baffel) melakukan aksi jongkok massal di depan Kantor Bupati Banyuwangi. Aksi ini bermaksud menyindir kekuasaan bahwa menambang emas di hutan lindung adalah tindakan IQ Jongkok alias bodoh.

19 Oktober 2015, warga sekitar Tumpang Pitu melakukan demonstrasi penolakan tambang emas. Demo semakin memanas setelah ada 3 orang warga yang ditahan polisi.

18—28 November 2016, situasi Tumpang Pitu dan sekitarnya memanas. Ada aksi massa yang diwarnai pembakaran beberapa fasilitas PT BSI dan beberapa kendaraan. Puncak aksi dipicu oleh gagalnya dialog antara Pemerintah, PT BSI, Polisi dan warga yang bertempat di Hotel Baru Indah, Jajag, Banyuwangi.

16—21 Maret 2016, warga Desa Sumberagung melakukan mogok makan di depan Kantor Bupati Banyuwangi. Warga melakukan aksi mogok makan dengan tujuan menyuarakan penolakan tambang emas Tumpang Pitu dan keinginan untuk berdialog dengan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Aksi mogok makan ini tidak mendapatkan respon dari Bupati Banyuwangi. Mogok makan berakhir karena beberapa pelaku mogok makan masuk rumah sakit.

13—15 April 2016, warga sekitar Gunung Tumpang Pitu kembali mengadakan mogok makan. Berbeda dengan aksi mogok makan sebelumnya, aksi mogok makan kali ini didahului dengan aksi berjalan kaki dari Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi ke Kantor Bupati Banyuwangi.



PENUTUP


Tulisan ini dibuat sebagai lembar informasi, dengan tujuan agar bisa menjadi informasi imbangan bagi Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti yang rencananya pada tanggal 26 Juli 2016 akan menjadi keynote speaker Seminar Nasional “Peran Teknologi dalam Pengembangan Kawasan Pesisir untuk Kemajuan Bangsa” (bertempat di Auditorium Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi).

Harapannya, lembar informasi singkat ini bisa dijadikan bahan bagi Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti untuk menyikapi tambang emas Tumpang Pitu yang tak hanya akan menurunkan fungsi hutan lindung, tetapi juga akan mempengaruhi kehidupan nelayan Dusun Pancer mengingat lokasi tambang tersebut sangat dekat dengan pemukiman dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).



Banyuwangi, 24 Juli 2016
Penulis: Rosdi Bahtiar Martadi
Humas Banyuwangi’s Forum For Environmental Learning (BaFFEL)

Comments

Popular posts from this blog

Call Center Oto 24 jam bebas pulsa

Jasa gentun solo surakarta murah

Call center bank UOB kartu kredit bebas pulsa